Voice – Silence and Employee Participation
Karyawan sering memiliki ide, informasi, dan pendapat serta cara-cara konstruktif untuk meningkatkan kinerja dan organisasi. Kadang-kadang karyawan ini menyuarakan dan mengekspresikan ide, informasi, dan pendapat mereka; dan di lain waktu mereka terlibat dalam keheningan dan menahan ide, informasi, dan pendapat mereka. Kemudian menahan perilaku mungkin tampak berlawanan karena diam menyiratkan tidak berbicara sementara suara menyiratkan berbicara tentang isu dan masalah penting dalam organisasi.
Voice – Silence and Employee Participation atau Suara dan Keheningan Dalam Perilaku Organisasi. Voice sebagai bentuk ekspresi yang terbangun oleh karyawan dalam meningkatkan fungsi dan efektivitas organisasasi telah mendapatkan perhatian besar, khususnya pada kajian yang menjelaskan konsekuensi dari adanya voice karyawan. Voice memiliki dampak positif bagi organisasi karena adanya identifikasi terhadap cara baru atau lebih baik dalam melakukan sesuatu, mengarahkan perhatian manajemen pada isu-isu yang perlu ditangani dan memperbaiki masalah dengan praktik atau prosedur kerja yang ada. Voice penting untuk membuat keputusan manajerial yang lebih baik, pemecahan masalah yang lebih efektif dan meningkatkan kemampuan belajar organisasi.
Penerima potensial dari pesan suara (voice) bervariasi, mulai dari supervisor, seseorang rekan satu tim, seseorang di luar organisasi, dll. Namun, dalam hal ini kita dibatasi fokus terhadap suara ke atas, yang targetnya adalah supervisor (karyawan ke pimpian atau oarng yang lebih tinggi). Kita juga membatasi fokus pada suara informal dan lebih mengutamakan pembahasan yang bersifat formal. Diam adalah bentuk yang lebih baru, mengacu pada menahan memberi masukan yang berpotensi penting, contoh ketika seorang karyawan yang sangat sulit mengungkapan apa yang ada dipikirannya. Itu merupakan sebuah kekurangan bahwa karyawan tidak dapat menggunakan voice dengan benar. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor misalnya rasa takut bila pendapatnya tidak akan diterima, serta adanya rasa malu jika mereka dituntut harus berbicara dalam berorganisasi.
Fenomena silence dalam organisasi ini perlu diwaspadai dan mendapatkan
perhatian
yang serius dari organisasi. Saat ini semua organisasi menghadapi ancaman atas
persaingan
global, perubahan teknologi dan semakin meningkatnya harapan pelanggan. Agar
dapat bertahan dan memenangkan persaingan, maka organisasi harus selalu mampu
bereaksi terhadap hal-hal tersebut. Dengan demikian, agar dapat bertahan maka organisasi membutuhkan individu-individu yang tanggap terhadap perubahan, yang tidak takut
untuk berbagi informasi dan pengetahuan. Adanya fenomena silence ini seringkali
dipandang sebagai sesuatu yang wajar dalam organisasi, sehingga seringkali
individu maupun organisasi mengabaikan dampak negatifnya, yang seringkali
tersembunyi dalam jangka waktu yang agak lama. Pada satu sisi silence memang
memiliki manfaat seperti membantu manajemen dalam menurunkan intensitas
informasi yang berlebihan (overload), mengurangi konflik personal dan meningkatkan privasi informasi atas rekan kerja . Namun, employee silence yang
terjadi di hampir semua organisasi ini sebenarnya lebih banyak menimbulkan
kerugian bagi perusahaan maupun individu.
Ada banyak alasan mengapa karyawan memilih untuk tetap diam. Ini dapat
dinyatakan sebagai kebiasaan perilaku, kesadaran dan mekanisme pengambilan
keputusan
(Alasan terjadinya Organizational Silence dapat disebabkan karena hal-hal sebagai
berikut:
Injustice Culture (Ketidakadilan Budaya)
Silence Climate (Iklim Kebisuan)
Organizational Culture (Budaya Organisasi)
Managerial Reasons (Alasan Manajerial)
Negative Feedback Fears of Managers (Ketakutan Tanggapan Negatif dari Manajer)
Prejudices towards Work and Worker (Prasangka terhadap Kerja dan Pekerja)
Character of the Manager (Karakter dari manajer)
Homogenity of the Management Team (Homogenitas dari Tim Manajemen)
Individual Reasons ( Alasan individual)
Lack of Confidence (Kurangnya kepercayaan diri)
Considering Talking Risky (Mengingat Resiko Berbicara)
Fear of Isolation (Takut diasingkan)
Past Experiences (Pengalaman Masa lalu)
Fear for Damaging the Relations (Takut Merusak Hubungan)
Character and Personality (Karakter dan Kepribadian)
National and Cultural reasons (Alasan Kebangsaan dan Kebudayaan)
Cultural Structure and Norms (Norma dan Struktur Budaya)
Power Distance (Jarak kekuasaan)
Dalam upaya mengurangi dan menghilangkan silence dalam organiasi, manajemen harus mencari dan menerima umpan balik secara teratur, menciptakan saluran komunikasi yang aman untuk saluran upward communication dan menciptakan learning organization yang berdasarkan pada rasa percaya (trust). Karyawan harus merasa aman dan dihargai atas kontribusinya. Hal ini meminta manajemen puncak untuk mengikuti dan menghargai perspektif alternatif dan umpan balik dari karyawannya. Para Pimpinan atau supervisior harus selalu menerima kritik secara teratur dalam menghadapi perubahan yang cepat. Kualitas informasi yang diterima dari semua tingkatan menjadi kontribusi bagi dia dalam proses pengambilan keputusan.
Keputusan untuk voice atau silence, dapat memiliki dampak yang signifikan bagi organisasi dan orang-orang di dalamnya. Untuk organisasi, kinerja mungkin menurun jika karyawan tidak mau berbagi saran dan karyawan mungkin kehilangan kesempatan untuk memperbaiki masalah dan memanfaatkan ide-ide baru yang telah mereka pikirkan. Sebagai karyawan selayaknya bersedia untuk berbicara dalam banyak kasus agar dapat meningkatkan kinerja yang lebih baik. Namun, ada banyak faktor yang mempengaruhi voice karyawan dan membuat mereka tidak mau mengungkapkan pikiran mereka. Oleh karena itu, para pemimpin organisasi perlu memberikan motivasi dan memberi gambran positif bahwa voice tidaklah begitu menakutkan, sehingga karyawan tidak hanya berpaku pada silence. (Diah Saharani)
Sumber Referensi :
Siti Zulaikha Wulandari, Jurnal Gajah
dalam Ruang Rapat: Suatu Fenomena Silence
dalam Organisasi, Semarang, 2013.
Brinsfield, C.T, Edwards, M.E &
Greenberg, J. (2009),”Voice and Silence in Organizations:
Historical Review and Current Conceptualizations”, Emerald Group Publishing
Limited, pp.3-33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar